Peta ini menunjukkan persebaran dialek bahasa Sunda.
Dialek (
basa wewengkon) bahasa Sunda beragam, mulai dari dialek Sunda-Banten, hingga dialek Sunda-Jawa Tengahan yang mulai tercampur
bahasa Jawa. Para pakar bahasa biasanya membedakan enam dialek yang berbeda
[3]. Dialek-dialek ini adalah:
- Dialek Barat (Bahasa Banten): seluruh kabupaten dan kota di provinsi Banten (kecuali kota dan kabupaten Tangerang dan kota Tangerang Selatan)
- Dialek Utara: sebagian selatan kabupaten Bogor, Karawang, Subang, Purwakarta dan kota Bogor (kecuali sebagian utara kabupaten Bogor, kabupaten dan kota Bekasi dan kota Depok)
- Dialek Selatan (Priangan): Bandung Raya (kabupaten Bandung dan Bandung Barat, kota Bandung dan Cimahi), kabupaten Cianjur, kabupaten Sukabumi dan kota Sukabumi, Sumedang, Garut, kabupaten Tasikmalaya dan kota Tasikmalaya.
- Dialek Tengah Timur: kabupaten Majalengka dan sebagian selatan kabupaten Indramayu
- Dialek Timur Laut (termasuk Bahasa Sunda Cirebon): kabupaten Kuningan, sebagian selatan kabupaten Cirebon, sebagian barat kabupaten Brebes (Jawa Tengah)
- Dialek Tenggara: Kabupaten Ciamis, Kabupaten Pangandaran dan kota Banjar, Kabupaten Cilacap, dan sebagian barat Kabupaten Banyumas (Jawa Tengah)
Bahasa Sunda Kuno adalah bentuk bahasa Sunda yang ditemukan pada beberapa catatan tertulis, baik di batu (prasasti) maupun lembaran daun kering (
lontar). Tidak diketahui apakah bahasa ini adalah dialek tersendiri atau merupakan bentuk yang menjadi pendahulu bahasa Sunda modern. Sedikitnya literatur berbahasa Sunda menyulitkan kajian linguistik varian bahasa ini.
Bahasa Sunda terutama dipertuturkan di sebelah barat pulau Jawa, di daerah yang dijuluki Tatar Sunda (
Pasundan). Namun, bahasa Sunda juga dipertuturkan di bagian barat Jawa Tengah, khususnya di
Kabupaten Brebes dan
Cilacap, dikarenakan wilayah ini dahulunya berada di bawah kekuasaan
Kerajaan Galuh. Banyak nama-nama tempat di Cilacap yang masih merupakan nama Sunda dan bukan nama Jawa seperti Kecamatan
Dayeuhluhur,
Cimanggu, dan sebagainya.
Selain itu menurut beberapa pakar bahasa Sunda sampai sekitar
abad ke-6 wilayah penuturannya sampai di sekitar Dataran Tinggi
Dieng di
Jawa Tengah, berdasarkan nama "Dieng" yang dianggap sebagai nama Sunda (asal kata
dihyang yang merupakan kata
bahasa Sunda Kuno). Seiring transmigrasi dan imigrasi yang dilakukan etnis Sunda, penutur bahasa ini telah menyebar sampai ke luar pulau Jawa. Misalkan di
Lampung,
Sumatra Selatan,
Jambi,
Riau,
Kalimantan Barat dan
Sulawesi Tenggara di mana penduduk etnis Sunda dengan jumlah signifikan menetap di daerah luar Pasundan tersebut.
Saat ini Bahasa Sunda ditulis dengan
Abjad Latin dan sangat
fonetis. Ada lima suara vokal murni (a, é, i, o, u), dua vokal netral, (e (
pepet) dan eu (
ɤ), dan tidak ada
diftong. Fonem konsonannya ditulis dengan huruf p, b, t, d, k, g, c, j, h, ng, ny, m, n, s, w, l, r, dan y.
Konsonan lain yang aslinya muncul dari bahasa Indonesia diubah menjadi konsonan utama (f → p, v → p, sy → s, sh → s, z → j, dan kh → h). Aksara Sunda Baku kini memiliki fitur yang mampu menuliskan kata-kata serapan dari bahasa Indonesia maupun asing dalam penulisan bahasa Sunda.
Berikut adalah fonem dari bahasa Sunda dalam bentuk tabel. Pertama vokal disajikan. (Silahkan isi sesuai keinginan)
Vokal
| Depan | Madya | Belakang |
Tertutup | iː | | uː |
Tengah | e | ə | o |
Hampir Terbuka | (ɛ) | ɤ | (ɔ) |
Terbuka | a | | |
Dan di bawah ini adalah tabel konsonan.
Konsonan
| Bibir | Gigi | Langit2
keras | Langit2
lunak | Celah
suara |
Sengau | m | n | ɲ | ŋ | |
Letap | p b | t d | c ɟ | k g | ʔ |
Desis | | s | | | h |
Getar/Sisi | | l r | | | |
Hampiran | w | | j | | |
Naskah
Waruga Guru yang ditulis menggunakan aksara Sunda kuno.
Dahulu aksara ini dituliskan di permukaan batu. Pada abad ke-15 hingga ke-16, aksara Sunda kuno mulai berevolusi jauh dari aksara Kawi dan mudah dikenali perubahannya. Aksara ini kemudian lebih banyak ditulis di atas daun lontar. Aksara tersebut digunakan dalam penulisan naskah
Bujangga Manik,
Carita Parahyangan dan
Waruga Guru.[7] Naskah ini kelak dijadikan sebagai rujukan bagi pengembangan aksara Sunda yang kemudian, aksara Sunda baku.
Aksara Sunda Kuno memiliki sintaksis penulisan yang lebih kompleks, seperti adanya pasangan (seperti aksara Jawa, hanya semua huruf pasangannya sama dengan huruf utama), huruf
leu dan
reu, dan jumlah guratan yang lebih banyak daripada aksara Sunda baku. Aksara Sunda baku mulai diperkenalkan pada dekade 1990-an untuk menggantikan peran Cacarakan (lihat di bawah). Saat ini, seluruh pembelajaran bahasa Sunda menggunakan aksara Sunda baku dan alfabet Latin.
[8]
Kolonialisasi di Nusantara menyebabkan aksara Sunda kuno menjadi terancam. Bersama dengan keluarnya ultimatum dari
VOC pada tanggal 3 November 1705, aksara Sunda kuno dan Rikasara Cirebon punah. Setiap orang yang menulis dokumen-dokumen resmi hanya diperbolehkan menulis aksara Jawa,
abjad Pegon, dan alfabet Latin untuk menuliskan bahasa Jawa dan Sunda. Alfabet Latin sendiri mulai diintensifkan untuk mentranskripsi karya-karya yang ditulis menggunakan aksara Sunda Kuno dan Pegon pada abad ke-19 hingga ke-20. Salah satu tokoh yang berjasa dalam transkripsi aksara Cacarakan dan Sunda ke Latin adalah seorang keturunan Bugis-Sunda bernama
Daeng Kanduruan Ardiwinata (1866–1947) yang menulis buku berjudul
Palanggeran Nuliskeun Aksara Sunda ku Aksara Walanda (terbitan Commissie voor de Volkslectuur tahun 1912) yang berisi aturan transkripsi bahasa Sunda menggunakan alfabet Latin serta
Elmuning Basa Sunda (edisi I 1916 dan II 1917) yang berisi peraturan tata bahasa Sunda modern.
[9][10][11]
Cacarakan adalah
aksara Jawa yang digunakan untuk menuliskan bahasa Sunda, dan telah dipakai selama 300 tahun setelah keluarnya ultimatum dari
VOC pada tanggal 3 November 1705 yang mewajibkan penggunaan aksara Jawa,
abjad Pegon, dan alfabet Latin untuk menuliskan bahasa Jawa dan Sunda. Dengan lahirnya aksara Sunda baku, hanya sebagian kecil daerah di Jawa Barat masih mempertahankan Cacarakan untuk menulis bahasa Sunda.
[12][11]
Selain digunakan untuk menulis bahasa Jawa,
abjad Pegon yang bersaudara dengan
abjad Jawi (Arab-Melayu) juga digunakan untuk menulis bahasa Sunda, menggunakan huruf-huruf Arab standar dan huruf-huruf rekaan baru yang tidak ada dalam huruf Arab asli. Huruf-huruf itu juga tidak bisa dipahami oleh orang Arab jika mereka tak menguasai bahasa Sunda dengan huruf tersebut. Hadir bersama Islam di Tanah Jawa, abjad Pegon menjadi materi yang masih diajarkan di sebagian kecil pesantren di Jawa Barat tempat bahasa Sunda berasal.
[13][14][15]
Karena pengaruh budaya
Jawa pada masa kekuasaan kerajaan
Mataram-Islam, bahasa Sunda - terutama di wilayah
Parahyangan - mengenal
undak-usuk atau tingkatan berbahasa, mulai dari bahasa halus, bahasa
loma/
lancaran, hingga bahasa kasar. Namun, di wilayah-wilayah pedesaan/pegunungan dan mayoritas daerah Banten, bahasa Sunda
loma (bagi orang-orang daerah Bandung terdengar kasar) tetap dominan. Di bawah ini disajikan beberapa contoh.
Bahasa Indonesia | Bahasa Sunda
(normal) | Bahasa Sunda
(sopan/lemes) |
rumah | imah | bumi/rorompok[16] |
belakang | tukang | pengker |
depan | hareup | payun |
Bahasa Indonesia | Bahasa Sunda
(normal) | Bahasa Sunda
(sopan/lemes) |
dahulu | baheula/bareto | kapungkur |
lama | heubeul | lami |
nanti | engké | engkin |
besok | isuk | énjing |
Bahasa Indonesia | Bahasa Sunda
(normal) | Bahasa Sunda
(sopan/lemes) |
makan | dahar/emam | tuang |
ada | aya/hana | nyondong |
bukan | lain | sanes |
saya | urang | abdi/kuring/sim kuring/pribados/kaula |
Perbedaan dengan bahasa Sunda di Banten[sunting | sunting sumber]
Bahasa Sunda Banten adalah bahasa Sunda yang digunakan sebagian masyarakat di
Banten, serta yang berada di daerah Priangan seperti Garut, Tasikmalaya, Bandung, dan lain sebagainya. Bahasa Sunda di Banten juga umumnya tidak mengenal tingkatan, dikarenakan wilayah Banten tidak pernah berada di bawah kekuasaan
Kesultanan Mataram. Bahasa Sunda tersebut masih terlihat memiliki hubungan erat dengan bahasa Sunda Kuno, tetapi oleh mayoritas orang-orang yang berbahasa Sunda yang memiliki tingkatan (Priangan), bahasa Sunda Banten di Rangkasbitung dan Pandeglang digolongkan sebagai bahasa Sunda kasar. Secara praktiknya, bahasa Sunda Banten digolongkan sebagai bahasa Sunda dialek Barat. Pengucapan bahasa Sunda di Banten umumnya berada di daerah Banten bagian selatan, yaitu
kabupaten Lebak dan
kabupaten Pandeglang.
Bilangan | Lemes |
1 | hiji |
2 | dua |
3 | tilu |
4 | opat |
5 | lima |
6 | genep |
7 | tujuh |
8 | dalapan |
9 | salapan |
10 | sa-puluh |
11 | sa-belas |
12 | dua belas |
13 | tilu belas |
.. | .. |
20 | dua puluh |
21 | sa-likur |
22 | dua likur |
29 | salapan likur |
.. | .. |
100 | sa-ratus |
101 | sa-ratus hiji |
.. | .. |
200 | dua ratus |
201 | dua ratus hiji |
.. | .. |
1.000 | sa-rebu |
.. | .. |
1.000.000 | sa-juta |
.. | .. |
1.000.000.000 | sa-miliar |
.. | .. |
1.000.000.000.000 | sa-triliun |
.. | .. |
1.000.000.000.000.000 | sa-quadriliun |
LINK:
https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Sunda